Kembali Pulang-Faris Rasyid(Karya Cerpen Pemenang GSC 2018)
Halo semua, bertemu lagi di blog Sibema!
Berhubung Sibema 33 telah menyelenggarakan Gladiool
Sibema Competition pada bulan Desember lalu, kami dengan
senang hati membagikan hasil karya para peserta di sini. Karena GSC tahun
ini mengangkat tema kebudayaan Indonesia, kalian tentunya bisa menemukan banyak
karya yang berhubungan dengan budaya kita. Jadi, selain mengisi waktu luang,
bisa menambah pengetahuan juga, dong! Nah, berikut
adalah karya salah satu pemenang GSC 2018 : Culture cabang lomba cerpen. Cerpen ini
merupakan karya dari Faris Rasyid kelas XII IPA 2. Jangan lupa tinggalkan komentar setelah
membaca, ya! Oh iya, stay tuned juga di blog kami karena kami
akan mempublikasikan beberapa karya peserta GSC yang tentunya menarik untuk
diikuti.
—∑βγ—
KEMBALI
PULANG
Ombak
menderu, menyentuh tubuh kapal yang membawaku pulang. Tiga tahun pergi ke
daerah asing, tanpa tau kapan akan kembali. Seseorang, telah menjadi alasanku
pergi dari Kota Makassar ke Pulau Jawa untuk mendapat pendidikan yang pantas
dan memenuhi amanat dari Bapak. Goresan warna oren menghiasi angkasa, aku
tersenyum, ingatanku berputar kembali disaat aku pertama kali bertemu dengan
dia. Aku bukanlah seseorang yang lahir dari keluarga berada. Ayahku, seorang
nelayan kampung meninggal karena terjebak badai di lautan lepas. Setelah ayahku
pergi, ibu kerja banting tulang untuk menghidupiku dan kakak perempuanku, yang
biasa di panggil Ayuk. Ibu menjual segala harta benda termasuk rumah kami untuk
biaya sekolah. Beruntungnya, ada seorang saudagar kaya nan baik hati yang
menawarkan tempat tinggal kepada kami. Bersyarat tentu saja, ibu harus bekerja
sebagai asisten rumah tangga di rumahnya. Karena tidak punya pilihan, ibu
mengiyakan. Kami pun tinggal di dalam rumah saudagar tersebut.
Tak
ingin merepotkan ibu, aku dan Ayuk ikut membantu setelah pulang sekolah.
Sekedar mencuci piring, menyapu, dan mengepel sudah cukup kata ibu. Saat
pertama kali tinggal, saudagar itu menyuruhku dan Ayuk memanggilnya bapak. Tak
tau alasannya, kami mengiyakan. Bapak sangat baik dengan keluargaku. Baru
kusadari, ternyata Bapak punya anak perempuan yang sangat cantik. Allo namanya.
Masih sangat ingat aku ketika pertama kali bertemu dengannya. Di pinggir pantai
Tanjung Bira, ditemani matahari yang akan tenggelam, aku berlari kecil mencari
kulit kerang untuk koleksiku. Terlalu senang sampai tidak melihat sekitar.
Buk!
Tak sengaja kakiku menendang sebongkah karang tajam. Aku meringis. Kulihat
kakiku sambil menggigit bibir. Karang itu berhasil membuat luka di kaki
mungilku, darah menetes perlahan. Makin
perih ketika ombak nakal menyentuh lukaku yang menganga ini. Aku menangis terisak-isak. Tiba-tiba saja sepasang kaki
mungil yang beralaskan sandal merah jambu berada di depanku. Dengan suara
manisnya, bertanya padaku.
“Kamu
kenapa nangis?”
Aku
mendongakkan kepala. Menghapus air mata, kemudian berkata,
“Aku
tidak menangis. Pasir pantai masuk ke mataku.”
“Tak
usah bohong Daeng, aku melihatnya.
Kakimu terluka, akan aku
panggilkan Bapa.”
Setelah
berkata seperti itu, dia pergi berlari, kemudian menghilang. Tak tau mengapa,
aku berharap dia kembali dengan seseorang yang bisa menolongku. Akhirnya aku
pasrah dan menunggu.
Tak
berapa lama berselang, dia kembali bersama Bapak. Berlari-lari menuju ke
arahku. Dengan segera, Bapak menggendong dan menanyaiku.
“Kenapa
bisa luka Wana? Kenapa juga tak pakai sandal ke pantai?”
“Maaf
Bapak, Wana tidak melihat sekitar. Wana ceroboh.”
“Sudahlah
Bapa, jangan dimarahi. Diobati dulu
luka Daeng.”
Bersyukurlah
sore itu aku bertemu dengannya. Dia kuanggap malaikat penolongku. Ternyata dia
adalah anak tunggal dari Bapak, seumuran denganku. Begitulah aku mengenal Allo,
gadis manis yang menyelamatkanku dari kehabisan darah di pinggir pantai. Sejak
saat itu kami berteman baik, Allo kemudian memanggilku Daeng yang berarti kakak laki-laki. Kemana-mana selalu bersama.
Allo
menyukai seni, dia selalu berkeinginan untuk menjadi bagian dari penari
pakarena. Tarian tradisional Makassar yang dimainkan oleh empat penari
perempuan dengan lemah gemulai. Tarian ini adalah kisah perpisahan penghuni
botting langi (kahyangan) dan penghuni lino (bumi). Sebelum berpisah, botting
langi mengajarkan penghuni lino cara berburu, bercocok tanam, dan tata cara
hidup lewat gerakan-gerakan. Gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual
ketika penduduk bumi menyampaikan syukur kepada botting langi, begitulah kisah
yang diceritakan leluhur kami kepada anak turunannya. Sebenarnya, Bapak tidak
terlalu setuju jika Allo menjadi penari. Tapi diam-diam Allo mengikuti sebuah
sanggar tari di kampung kami, ngotot ingin membuktikan pada Bapak kalau Allo
bisa. Hal tersebut cuma
aku yang tau.
Saat
aku SMP, Ayuk mendapat jodoh. Ayuk dilamar oleh seorang laki-laki yang berasal
dari pulau Jawa, anak dari teman Bapak. Mau tidak mau, Ayuk harus pindah ke
pulau Jawa. Aku dan ibu tentu bahagia dan sedih, tapi jika Ayuk bisa hidup
lebih baik di pulau Jawa, kami mengikhlaskan. Ayuk berjanji akan mengirim surat
untukku dan ibu. Sejak itulah hanya tinggal aku dan ibu. Aku berjanji akan
menjaga ibu sebaik mungkin, walau tanpa Ayuk.
Saat
masa SMA aku merasa sesuatu yang baru. Aku merasakan sesuatu yang spesial
ketika berada di dekat Allo. Teman-temanku bilang, kalau aku sudah jatuh cinta
dengan Allo. Aku pikir itu tak mungkin terjadi. Aku hanyalah Daeng baginya dan dia adalah adik kecil
yang harus aku jaga. Setelah lulus SMA, aku tidak melanjutkan kuliah. Tak ada
biaya. Bapak sudah menawarkan untuk membayar biaya kuliahku, tapi aku tolak karena
Bapak sudah banyak membantu keluargaku. Aku tak ingin merepotkan Bapak. Karena
tidak mau memaksa, Bapak menawarkan pekerjaan di kebun rempah miliknya. Tentu
saja aku langsung menerimanya. Ketika aku sibuk bekerja, Allo melanjutkan
kuliah di pulau Jawa. Jarak kami terpisah berkilo-kilometer. Semakin hari, semakin
aku bingung dengan perasaanku sendiri. Walau kami rutin berkirim surat, aku
selalu merindukannya lagi. Makin lama aku semakin dewasa, akhirnya aku sadar.
Aku jatuh cinta pada Allo. Aku tak mau kehilangan dia ataupun melihat dia
bersedih. Tapi perasaan ini membuatku kesusahan. Jika aku ingin bersama dengan
dia, aku harus menikahinya. Bagi kami orang Makassar, khususnya suku bugis, pernikahan
bukan hanya menyatukan dua insan manusia, tapi juga menyatukan dua keluarga
besar. Ketika aku menyampaikan keinginanku pada ibu, beliau malah memarahiku.
“Wana,
lihatlah kau ini siapa? Apakah pantas bersanding dengan nona Allo?”
“Tapi
bu, aku mencintainya.”
“Wana,
kasta kita berbeda. Terimalah itu nak. Dan juga bagaimana kau akan membayar
uang panainya?”
“Ibu,
hal itu bisa nakke rundingkan dengan
Bapak. Nakke akan bekerja sekeras
mungkin untuk itu.”
“Kalau memang Bapak merestui,maka ibu juga akan
merestuimu. Sekarang,berbicaralah dengan Bapak. Semoga Bapak setuju.”
--------------------------------------------TAMAT---------------------------------------
Cerpen karya Faris Rasyid di atas
sangat menarik, bukan? Setelah membaca, tinggalkan tanggapan kalian di kolom
komentar, ya! Terima kasih sudah berkunjung dan bertemu lagi dengan kami di
postingan selanjutnya, stay tuned!
—Sibema 33
Kembali Pulang-Faris Rasyid(Karya Cerpen Pemenang GSC 2018)
Reviewed by G-MAGZ
on
Januari 19, 2019
Rating:
Tidak ada komentar